‘Kehalalan’ Uang Kertas????



Sanggahan Terhadap ‘Kehalalan’ Uang Kertas

Banker-Are-Animal-Too
Bismillahirrahmanirrahim. Dalam sebuah sikap untuk mengembalikan dinar dan dirham sebagaimana mestinya dalam muamalah Islam, saya bersama semua pihak mempunyai tujuan yang sama untuk mentaati Allah dan Rasul dalam urusan ini.
Tulisan ini adalah sebagai tambahan sanggahan dari kami, bagi mereka yang mempertahankan ‘kehalalan’ uang kertas atau mengatakan dinar dan dirham akan gagal, dan sekaligus menjawab tulisan di website Pengusaha Muslim yang berjudulUang Kertas Menurut Islam, yang mereka jadikan dalih berdasarkan keputusan ke-enam al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami pada daurahnya yang kelima di kota Makkah Al Mukarramah dari tanggal 8 sampai 16 Rabi’ul awal 1402 H. (Fatwa yang serupa juga dikeluarkan dalam majalah “al-Buhuts al-Islamiyah” Saudi Arabia thn 1395 H. Dan juga bisa dirujuk dalam kitab “al-Mabadi’ al-Iqtishodiyyah fil Islam”)
Tulisan Sanggahan Atas Fatwa Uang Kertas, Satu Kajian Menggunakan Metodologi Qiyas ini untuk memperkuat diskursus tentang dinar dan dirham yang sebetulnya sudah sangat kuat dalil dan kenyataan sejarah penggunaannya diberbagai bangsa dan kebudayaan besar manusia di dunia sejak dulu. Sedangkan jawaban dan pernyataan yang lebih kritis lagi dalam sanggahan terhadap ‘kehalalan’ uang kertas ini saya sampaikan pada bagian akhir tulisan ini.
Fatwa dihalalkannya uang kertas dengan dasar qiyas dikeluarkan pada tahun 1985 dan Pada tahun yang sama fatwa ini disanggah oleh ulama Al Azhar.
Uang kertas sebenarnya adalah benda baru, karena uang kertas belum pernah dibicarakan sedikitpun pada zaman tasyrie (zaman Nabi, sallalahu alayhi wa sallam, Sahabat, Tabiin, Tabiit Tabiin dan juga Imam Mazhab yang empat). Umat Islam mengenal uang kertas ini (fiat money) setelah jatuhnya Khilafah Islamiyah. Oleh karenanya tidak akan dijumpai satu pun nash dalil dari al-Quran, hadits dan ijma mengenainya. Disebabkan hal itulah ulama menggunakan metodologiqiyas, sebuah metode dalam ilmu ushul fiqh untuk melegitimasi uang kertas. Hal ini dilakukan karena ketidakberdayaan umat Islam dan ketidakmampuan pemimpin-pemimpin Islam untuk mencetak kembali Dinar dan Dirham pada waktu itu.
Metodologi qiyas uang kertas dengan dinar dan dirham dikaji oleh Dr. Yusuf al-Qordhowi, DR. Ali’ Abdul Rasul, Muhammad Baqir as-Shadr, Dr. Syauqi Ismail Syahatah, DR. Sami Hamud, Prof. Abdullah Sulaiman Munie’, serta Fatwa serupa yang dikeluarkan oleh majalah “al-Buhuts al-islamiyah” Saudi Arabia 1395 H dan kitab “al-Mabadi’ al-Iqtishodiyyah fil Islam”. Sebagaimana diurikan di atas disanggah dengan tegas oleh DR. Mahmud Al-Khalidi seorang alumni dari Universitas al-Azhar bidang syariah wal qanun (syariah dan perundang-undangan), dalam buku beliau yang berjudul “Zakat an-Nuqud al-Waraqiyyah al-Mua’shirah” (Zakat Uang Kertas) pada 1985. Poin-poin penting sanggahan tersebut adalah sebagai berikut :
Fatwa di atas menyalahi yang telah ditetapkan oleh Allah ta’la dalam Al-Quran, sunnah nabi Muhammad sallallahu a’laihi wasallam, dan ijma (konsensus) Sahabat karena dalam Islam yang dinamakan nuqud adalah emas dan perak dan bukannya uang kertas.
Metodologi qiyas yg dijadikan dalil syara’ seharusnya memiliki ‘illah(alasan/argument) dan illah itu harus diambil dari Al-Quran dan as-Sunnah. Sedangkan “tsamaniyah” (nilai tukar) yang dijadikan ‘illah tidak ada satupun dalil daripada al-Quran dan as-Sunnah.
Berlakunya hukum riba pada emas dan perak adalah pada tsamaniyahatau nilai tukar, ini pun tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan hal tersebut. Pengharaman riba haruslah berdasarkan dalil atau nash yang syar’i.
Kepercayaan masyarakat bukan menjadi tolak ukur dalam melegitimasi uang kertas menjadi nuqud syar’i (mata uang sunnah), sekiranya berdiri Daulah Islamiyah maka pemimpinnya harus menerapkan hukum Allah Ta’ala termasuk mencetak nuqud syar’i.
Pandangan para pakar ekonomi tentang uang tidak dapat dijadikanhujjah dalam melegitimasi uang kertas sebagai nuqud syar’i, karena hujjah mesti berasal daripada Allah dan Rasulnya yaitu Al Quran dan as sunnah.
Rasulullah sallallahu a’laihi wasallam menentukan ukuran berat atau timbangan pada nuqud syar’i seperti uqiyah, dirham, daniq, qiraath, mithqaal dan dinar. Semua ini tidak terdapat pada uang kertas. Berdasarkan beberapa hal di atas Dr Makhmud al Khalidi menyimpulkan bahwa qiyas dinar dirham dengan uang kertas adalah batil, dengan perkataan lain qiyas ma’al faariq (qiyas yang tidak tepat).
Walaupun demikian, beliau menggunakan kaedah ushul fiqh “maalaa yatimmul waajib illa bihi fahuwal waajib ” (suatu perkara yang wajib tidak dapat dilaksanakan kecuali hanya dengannya [perkara itu] maka ia menjadi wajib), karena ketiadaan dinar dirham di muka bumi ini, sehingga hukum uang kertas disamakan dengan dinar dirham.
Tetapi, sanggahan itu dibuat juga pada 1985, ketika dinar dan dirham memang belum dicetak. (Syaeful Rochman Subandi)

 Untuk memperkuat hal jawaban qiyas di atas perlu saya tambahkan penjelasan berikut ini, bahwa walaupun dinar dan dirham belum dicetak pada tahun 1985, koin emas dan perak tidak sepenuhnya hilang dari muka bumi, karena sebelum Fatwa Uang Kertas itu dikeluarkan, sudah ada dan masih beredar koin emas dan perak lain sebelum tahun 1985, misalnya koin emas Kurgerand (South Afrika) tahun 1977, lalu berikut sudah terbit juga koin  American Gold Eagle, American Silver Eagle dari US Mint pada tahun 1986 dan koin Canadian Gold Maple dan Canadian Gold Eagle pada tahun 1988. Memang  koin emas dan perak dari Canada, Amerika, Eropa, Australia, China dan Afrika Selatan bukan disebut dinar dan dirham tapi secara intrinsik itu adalah emas dan perak, kemudian pada tahun 2000 IMN pertamakali juga telah mencetak dinar dan dirham tersebut secara masal di Indonesia, lihat detail disini.


Pertanyaannya yang perlu digaris bawahi adalah mengapa mereka yang membuat Metodologi qiyas uang kertas yang disamakan dengan dinar dan dirham yang dikaji oleh Dr. Yusuf al-Qordhowi, DR. Ali’ Abdul Rasul, Muhammad Baqir as-Shadr, Dr. Syauqi Ismail Syahatah, DR. Sami Hamud, Prof. Abdullah Sulaiman Munie’ tidak membuat pertimbangan menggunakan koin emas dan perak yang saya sebutkan di atas itu? Kenapa ulama ini tidak teliti dalam memutus perkara penting ini yang seharusnya mereka tahu dan menyadari apa itu uang kertas dan darimana berasal, atau mereka pura-pura tidak tahu? 

Mengapa Arab Saudi tidak memfasilitasi pencetakan koin dinar dan dirham pada saat itu, karena dengan segala kekayaan yang dimiliki oleh Arab Saudi, tentu hal yang sangat mudah untuk mereka  membuat suatu pencetakan koin terbaik. Dengan alasan mengambil berat terkecil dan bukti satu koin di British Museum maka ditentukankan oleh mereka  1 mithqal adalah 4.25 gram (9999) untuk memuluskan ‘fikih zakat’  profesi yang tidak pernah ada dalam Islam, dimana letak kehati-hatiannya? Kemudian kami mengkoreksi mithqal tersebut pada tahun 2010.

Yang terpenting dicermati dari itu semua adalah, dikemudian hari dengan berjalannya waktu berdasarkan fatwa ‘kehalalan’ uang kertas tersebut dimana emas dan perak atau dinar dan dirham disamakan dengan uang kertas (nilainya di bawah fulus), maka bagi kita yang dapat melihat, ini adalah sebuah skenario berjalan, 

‘kehalalan’ uang kertas dari metodologi qiyas tersebut telah menjadi pintu masuk bagi rentenir atau bankir kafirun semacam Rothschild dan para penyembah setan, ini adalah jalan untuk mempermudah masuknya riba ke dalam Islam agar lahirlah anak haram hasil perselingkuhan ulama modernis dan rentenir atau bankir untuk sebuah lembaga baru yang bernama Bank Islam, ini tidak lain adalah Bank.

Dengan dinar dan dirham Nabawi sudah dicetak kembali secara massal oleh IMN yang dimulai sejak tahun 2000 dan juga negara lain seperti Malaysia, Brunei, Afrika Selatan yang kini telah beredar luas di tangan masyarakat, maka wajib umat Islam menggunakan dinar dan dirham murni untuk muamalah dan pembayaran zakat, sebagai bentuk ketaatan dan sekaligus sambutan kita muslim terhadap perintah  Allah dan rasul untuk memerangi riba, maka mari kita kembalikan urusan ini secepatnya. Wallahu A’lam. (Sumber: Sidi Abbas Firman)

                                     

Nilai matawang dolar Amerika semakin hari semakin jatuh bagaikan besi yang dibiarkan berkarat hampir satu dekad. 

Dan sekarang, kejatuhan nilai matawang itu dipacu semakin laju dan telah mula meratah simpanan hari tua warga Amerika.

Hakisan pada nilai matawang dolar ini juga telah mula menggoyah kedudukan dolar sebagai Matawang Dunia.

Kebarangkalian kejatuhan matawang dolar Amerika dengan digantikan oleh suatu 'Matawang' lain telah menjadi suatu realiti bagi rakyat Amerika pada hari ini. Kita tidak boleh lagi memandang sebelah mata tentang ini. Terutama sekali rakyat Amerika.

Pada peringkat ini, matawang dolar U.S masih 'DIANGGAP' mempunyai nilai atas faktor Supply & Demand bilamana ianya 'masih diterima-guna-pakai' secara meluas di pasaran dunia.

Jika kita lihat data-data dari tahun 'BERLANGSUNGNYA' kegawatan ekonomi pada 2008, suatu 'TSUNAMI SUPPLY' matawang dolar Amerika telah membanjiri INSTITUSI BANK.

Berbondong-bondong pemimpin-pemimpin negara-negara dunia berpusu-pusu mencari IMF. Termasuklah pemimpin-pemimpin 'negara-negara' Islam.

Brazil, Russia, India dan China pulak di sebaliknya semakin galak memacu laju kejatuhan era dolar Amerika apabila mula menjalankan perniagaan antara negara TANPA MENGGUNAKAN matawang dolar Amerika sebagai MEDIUM.

Dan ini menyebabkan DEMAND terhadap matawang dolar Amerika berkurangan di persada pasaran dunia.


No comments:

Post a Comment